Oops! Just Kidding.
Ini kejadian pada tahun ajaran yang lalu. Aku menemukannya di antara tulisanku yang lain di draft notes.
Awalnya di kelas ada 2 anak yang ribut banget sejak awal aku masuk. Karena mereka duduk di bangku deretan terdekat dengan meja guru jadi keributan itu mencolok. Saat aku tegur, mereka berhenti, selang beberapa menit kemudian mulai lagi. Kejadian itu berlangsung beberapa kali. Hingga aku gagal fokus juga.
Lalu aku bertanya mereka ada masalah apa. Masing-masing saling menunjuk pihak lain yang membuat gara-gara.
Aku menghentikan pembelajaran sejenak untuk memanggil keduanya agar mendekat. Mereka aku beri kesempatan menceritakan apa yang terjadi versi masing-masing:
Siswa A menceritakan bagaimana siswa B menertawakannya karena tidak bisa menggambar peta dan tidak tahu letak benua Afrika. Siswa A mengatakan sepatu pantofel siswa B sebagai sepatu olahraga. Ada beberapa hal lain tapi aku tidak ingat rinciannya. Semuanya menunjukkan kekesalannya pada siswa B.
Setelah siswa A selesai bercerita, aku mempersilakan siswa B bercerita versi dia. Dia menolaknya. Dia mengatakan tidak ada yang serius dari ucapan siswa A karena dia hanya bermaksud untuk bercanda.
Bercanda.
Siswa B merasa tidak ada yang salah dengan melakukan hal-hal yang dia lakukan pada siswa A. Yang dia lakukan hanya bercanda. Seharusnya itu lucu dan siswa A tidak perlu berlebihan menanggapinya. Namun sayang, bagi siswa A bercandaannya ini menyebalkan.
Lalu aku menyuruh keduanya kembali ke tempat duduk.
KBM hari itu aku lanjutkan dengan "ceramah" bahwa ada batasan di mana bercanda itu boleh, yaitu ketika kedua pihak merasa baik-baik saja dengan lelucon tersebut. Ketika bercandaan itu tidak menyinggung orang lain, baik fisik maupun mentalnya.
Ketika orang lain sudah merasa tidak nyaman, hentikan. Itu namanya bullying atau perundungan. Bagi seseorang bisa membuat orang lain marah atau kesal, bahkan hingga menangis itu memuaskan. Namun, bagi korban itu sangat menyakitkan. Apalagi jika itu dilakukan di depan umum.
"Tapi, kan, kita teman."
Apalagi kalau dia temanmu. Semakin kamu harus sayang dan hanya melakukan yang terbaik untuknya. Apa bagusnya membuat teman merasa kesal atau sedih?
"Anaknya kebal, kok. Dia tidak mudah sakit hati."
Benarkah? Bahkan jika demikian, kita tetap tidak berhak menyakiti orang lain. Tidak semua orang selalu dalam kondisi mental stabil. Ada kalanya orang paling bahagia pun mengalami hari-hari yang buruk dan tidak dalam mood untuk bercanda.
Bagus kalau dia berani bertindak untuk menghentikan lelucon yang tidak lucu itu. Sayangnya tidak semua orang memiliki keberanian itu. Mereka takut kehilangan kamu sebagai teman, takut membuatmu tidak nyaman, dan sebagainya. Bayangkan, mereka menahan perasaan sakitnya hanya agar bisa terus berteman denganmu. Masa kamu tega menyakitinya?
PS. Aku tidak menghakimi siswa B di depan kelas. "Ceramah" itu aku tujukan pada semua siswa dengan aku selingi cerita lucu agar mereka tidak merasa "dimarahi" atau "dinasehati". Aku hanya berharap bullying dalam bentuk apapun itu berhenti di kita.
Komentar
Posting Komentar