Hari-Hari Per-KPR-an: Edisi Cetak Butab & Ngurus ATM

Butab memang idealnya dicetak sebulan sekali, ya. Apalagi kalau tujuan pembuatan rekeningnya untuk pembayaran KPR. Tapi, bagaimana kalau bank penerbit bukunya tidak ada di kota tempat tinggalmu? Kamu tidak memiliki kartu ATM. Kantor cabang terdekat ada di kota lain yang transportasi umumnya tidak ramah dengan kondisi fisikmu?

Ya, inilah yang terjadi padaku. 

Awalnya aku tidak menjadikan ini sebagai masalah karena toh masih bisa membayar tunai lewat teller atau transfer lewat rekeningku yang lain. 

Tapi, aku pernah transfer lewat rekening lain milikku dan resi tidak muncul. Beberapa hari menjelang jatuh tempo mendapatkan SMS pengingat agar segera melunasi tagihan bulan itu. Tentu saja aku was-was, ya. Aku gugling dan bertanya ke sesama nasabah yang mendapatkan pembiayaan dari bank yang sama. Dia bilang sih itu SMS random. Kalau sudah membayar bisa diabaikan.

Pernah juga titip transfer ke ponakan namun hingga berhari-hari tidak ada konfirmasi transaksi berhasil. Hah... was-was lagi. Tapi aku berbaik sangka saja, mungkin prosesnya lama karena banknya memang beda (konvensional ke syariah). 

Gongnya ketika teller bank yang aku biasa setor tunai memberitahuku kalau dalam waktu dekat nasabah sudah tidak bisa setor tunai lewat teller lagi, jadi disarankan setor tunai menggunakan kartu ATM saja. Aku bilang aku tidak mendapatkan kartu ATM dari bank penerbit buku. Dia menyuruhku untuk segera mengurus pembuatannya.

Oke. 

Sejak awal aku memang tidak memiliki kartu ATM rekening ini. Awalnya aku pikir karena ini rekening khusus untuk pembayaran KPR jadi memang tidak disediakan kartu ATM agar nasabah fokus hanya menggunakannya untuk membayar KPR. 

Teller si bank konvensional yang lama pernah memberitahuku kalau semua rekening memiliki kartu ATM jadi sebaiknya aku meminta ke bank bersangkutan. Namun, kembali ke atas, aku merasa tidak masalah karena masih bisa setor tunai lewat teller. 

Setelah serangkaian kejadian itu akhirnya mau tidak mau aku harus mengurus pembuatan kartu ATM ke bank itu. Awalnya aku menghubungi orang bank melalui WA. Ternyata... kartu ATM sebenarnya sudah diberikan ke nasabah. What? Aku tbh tidak merasa menerima, melihat atau memiliki kartu tersebut sejak awal. Yang aku terima hanya butab dalam amplop coklat. 

Singkat cerita aku pergi juga. Meskipun sempat perang batin karena kendala transportasi. Akhirnya aku memberanikan diri untuk naik motor saja. Aku cek lewat maps toh jaraknya nggak sampai 40km. Tentu saja tetap mikir "kuat, nggak, ya?", karena memang sudah lama tidak berkendara sejauh itu + usia juga lebih tua dibandingkan diriku 10-15 tahun lalu.

Alhamdulillah perjalanan lancar. Meskipun saat itu tengah hari tapi nggak full panas jalurnya karena sebagian dilindungi pohon-pohon besar yang memberikan efek sejuk. Lalu lintas juga ramai normal tidak tersendat. 


Aku menitipkan sepeda motor di parkiran mall terdekat, mampir makan siang di situ lalu melanjutkan perjalanan ke bank yang aku tuju menggunakan ojek online. 

Urusan hari itu pun selesai. 

Baliknya lihat penjual bolen pisang di jalan terus beli sekalian untuk dibawa pulang. 


Kalau si bank nggak membuka cabang di kotaku hingga cicilan berakhir, bisa-bisa perjalanan seperti di atas harus berulang setiap tahun untuk sekadar cetak butab atau 5 tahun sekali untuk pembaruan kartu ATM hingga 11 tahun ke depan. 😅

Semoga aku sehat-sehat terus, ya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Udang Goreng Tepung

Biskuit Khong Guan Sebulan Setelah Lebaran

Setahun Bersama Bule